Garam, Musuh Kesehatan?

Nov 11, 2017 | / Tips / Umum |
Rate:
Dilihat 849x
Keluarga suami saya sangat menyukai garam: mereka selalu menyantap keripik bergaram dan cuka, menyukai daging asin olahan, dan tidak bisa mengonsumsi roti lapis keju dan tomat, tanpa menaburkan sejumput (atau dua jumput) garam di atasnya.

Sebagai penulis tema-tema kesehatan, saya tahu, para pakar telah mendorong kita selama sedikitnya 40 tahun agar mengurangi asupan garam secara drastis untuk membantu mengendalikan tekanan darah.

Namun baru-baru ini, bukti tentang dampak garam terhadap kesehatan menunjukkan hal yang sebaliknya. Cochrane Collaboration, organisasi internasional independen yang menilai semua bukti dari uji klinis dalam bidang pelayanan kesehatan, tahun lalu menyimpulkan bahwa membatasi asupan garam memang menurunkan tekanan darah, namun hanya sedikit bukti yang menyatakan hal itu juga mengurangi angka kematian atau penyakit kardiovaskular.

Penemuan tersebut menyulut kembali perang kata-kata antara pengusung kampanye anti-garam dan advokat pro-garam, yang mempertanyakan apakah saran untuk mengurangi asupan garam berlaku untuk semua orang.

Apakah hari-hari kampanye anti-garam telah berakhir? Kami mengevaluasi argumen dari kedua sisi yang berdebat.

Penentang Garam
Manusia berevolusi selama ribuan tahun dengan pola makan yang secara alamiah rendah garam; pemburu mungkin memakan kurang dari satu gram garam per hari. Lalu, sekitar 6.000 tahun kemudian, bangsa Cina mulai menggunakan garam untuk mengawetkan makanan, dan sejak itu garam menjadi bumbu utama dalam pola makan kita di seluruh dunia.

Sekarang, kandungan garam tertinggi dalam makanan olahan telah menaikkan konsumsi rata-rata kita sampai sekitar delapan gram per hari – dua kali lipat dari angka yang direkomendasikan, yaitu empat gram. Bahkan empat gram sebetulnya sudah jauh lebih besar daripada yang dibutuhkan tubuh, kata Profesor Bruce Neal, direktur senior George Institute for Public Health dan ketua Australian Division of World Action on Salt and Health (AWASH). “Yang direkomendasikan pemerintah merupakan bentuk kompromi pragmatis,” ujarnya.

Yang tidak diperdebatkan adalah kenyataan bahwa mengonsumsi garam dalam jumlah besar dapat menaikkan tekanan darah kita. Mengapa hal itu terjadi, tak benar-benar dipahami; satu teori menyatakan, asupan garam menyebabkan tubuh memproduksi lebih banyak cairan sehingga meningkatkan tekanan dalam saluran darah. Tekanan darah tinggi itu kemudian menyebabkan peningkatan risiko stroke, serangan jantung, penyakit ginjal dan gagal jantung.

“Di sekolah kedokteran, saya pernah diajari bahwa tekanan darah kita adalah 100 ditambah usia Anda,” tutur Bruce. ”(Namun demikian) pada 1960-an, penelitian Indian Amazon, masyarakat pemburu-pengumpul yang mengikuti pola makan evolusioner dengan satu gram garam per hari, menemukan bahwa mereka memiliki tekanan darah sistolik 90 sampai 100mmHg, dan angka itu sama baiknya pada orang berusia 16 maupun 60. Angka itu tidak naik sepanjang hidup.”

Jadi mengapa kita memakan begitu banyak garam? Garam yang Anda tambahkan dalam makanan hanya menyumbang 15-20 persen dari garam yang Anda konsumsi setiap hari – sebagian besar berasal dari makanan olahan yang Anda beli. Tiap helai roti mengandung sekitar satu gram garam; gabungkan dua helai dengan daging ham dan keju maka Anda menyantap garam sebanyak angka rekomendasi maksimal.

Produsen makanan memang sudah tidak lagi membutuhkan garam untuk mengawetkan makanan, tetapi kini kita sudah terbiasa dengan rasa itu. Garam membuat makanan tak enak tetap bisa dijual. Garam juga memberikan struktur pada daging yang diproses, untuk meningkatkan kandungan airnya. “Ini membuat mereka bisa menjual air dengan harga daging,” ucap Bruce.

Kita mengonsumsi begitu banyak garam sehingga mustahil untuk mengonsumsinya terlalu sedikit. Yang bisa diharapkan oleh pengusung kampanye kesehatan publik adalah agar masyarakat mengurangi asupan garam. Dan pesan itu didukung oleh dewan Heart Foundation, National Stroke Foundation, Pemerintah Australia, pemerintah di Eropa, UK dan AS serta Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Pendukung Garam
Garam meningkatkan tekanan darah dan dapat memicu stroke. Hal itu tidak perlu diperdebatkan lagi. Namun yang bakal membuat kita terkejut adalah hasil serangkaian penelitian yang menunjukkan bahwa mengurangi asupan garam ternyata tak hanya berdampak kecil, melainkan bisa jadi tak berdampak sama sekali ke angka kematian. Yang lebih mengejutkan, dalam beberapa kasus, justru dapat meningkatkan risiko kematian.

Apa yang terjadi? Merlin Thomas, asisten profesor bidang pencegahan penyakit di Monash University’s Baker IDI Heart and Diabetes Institute, menyatakan itu adalah kasus yang tidak bisa disamaratakan. Untuk beberapa orang, benar, mengurangi garam bisa menguntungkan. Tetapi hal tersebut tidak berlaku untuk semua orang.

Tubuh kita secara alami mempertahankan keseimbangan antara garam dan air, dan ginjal menjaga kestabilan tersebut dengan cara menyaring dan menyerap kembali garam. Sisanya dikeluarkan lewat air seni – biasanya jumlahnya sama dengan yang kita konsumsi setiap hari.

Serangkaian hormon membantu mengontrol keseimbangan itu, mengirimkan sinyal kepada ginjal, jantung, kelenjar adrenal dan otak. Bila Anda mengurangi garam dari pola makan Anda, kata Merlin, tubuh akan mengaktifkan jalur hormonal itu untuk menagih lebih banyak garam.

Namun itu adalah jalur hormonal yang sama, yang bisa menyebabkan penyakit jantung. Itulah jalur yang coba dihalangi oleh obat-obatan anti-hipertensi. Hal itu mungkin menjelaskan mengapa hasil beberapa penelitian tidak sama dengan harapan dokter.

Terlebih lagi, tidak semua orang sensitif terhadap garam. Sebagian orang bisa mengonsumsi dua sampai tiga kali lipat lebih banyak daripada asupan yang direkomendasikan, tanpa menimbulkan dampak apa pun terhadap tekanan darah. Pada sebagian orang, membatasi kadar garam dalam pola makan justru bisa meningkatkan tekanan darah.

Bagi orang-orang muda, membatasi garam biasanya hanya berdampak kecil pada tekanan darah. Sebaliknya, ketika kita menua, khususnya bila kita membutuhkan pengobatan untuk tekanan darah, dampak pembatasan garam pada tekanan darah akan jauh lebih signifikan.

“Bagi orang tua, yang jelas-jelas berisiko terkena penyakit kardiovaskular, seperti stroke, atau yang menjalani pengobatan untuk menurunkan tekanan darah, serta yang mungkin menderita penyakit komorbid, seperti diabetes, ada data-data kuat bahwa mengurangi garam dalam pola makan dapat menjadi terapi tambahan yang berharga untuk menurunkan tekanan darah,” jelas Merlin.

Orang sebaiknya mengurangi garam, bila diperintahkan oleh dokter – tetapi menyuruh semua orang secara universal untuk melakukan hal itu berarti bermanfaat bagi sebagian orang, namun sebagian lain justru merugi, katanya.

Tak ada bukti bahwa menurunkan tekanan darah dapat membantu mengurangi risiko serangan jantung (walaupun memang menurunkan risiko stroke). Untuk menurunkan risiko serangan jantung, kita perlu menurunkan kadar kolesterol tinggi, obesitas, ketidakaktifan fisik, diabetes dan rokok – jauh lebih rumit daripada sekadar mengurangi garam.

Perbedaan pendapat
Seperti bunyi sebuah ungkapan, ‘ada kebohongan, ada kebohongan besar dan ada statistik’ – sulit untuk mengetahui apa yang harus dipercaya.

Banyak penelitian dalam 100 tahun terakhir yang menunjukkan kaitan antara garam, tekanan darah tinggi dan penyakit kardiovaskular. Tetapi sejumlah penelitian kembali memberikan hasil yang tak terduga hasilnya.

Sebuah penelitian terbaru di Eropa yang diterbitkan dalam Journal of the American Medical Association (JAMA), menunjukkan bahwa kelompok orang muda dengan asupan garam paling rendah ternyata memiliki angka kematian tertinggi. Uji klinis di Australia baru-baru ini terhadap pengidap diabetes tipe 2 menemukan bahwa asupan garam yang rendah ternyata meningkatkan risiko penyakit jantung atau kematian.

Namun di antara para pakar, opini-opini itu terbagi tajam. Ketua lobi anti-garam adalah Graham MacGregor, professor pengobatan kardiovaskular di Wolfson Institute of Preventive Medicine di London. Ia menolak penelitian yang dilaporkan di JAMA. Di sisi yang berseberangan, ada Dr. Michael Alderman, pemimpin redaksi American Journal of Hypertension, yang telah menggunakan penelitian itu untuk mendukung pernyataannya bahwa tak ada bukti yang cukup untuk menyarankan pengurangan garam bagi semua kalangan.

Hasil-hasil penelitian itu tak berarti bahwa pola makan rendah garam menyebabkan kematian, tetapi mengindikasikan masih banyak faktor lain, selain garam.

Untuk benar-benar mempelajari garam secara tepat, Anda membutuhkan dua kelompok besar responden dengan gaya hidup dan latar belakang yang sama, di mana satu kelompok memiliki pola makan sangat tinggi garam dan satu kelompok lagi sangat rendah garam. Kemudian, bertahun-tahun setelah itu, Anda membandingkan perbedaaan kesehatan di antara mereka. Namun, salah satu masalahnya, menurut Bruce, saat ini hampir mustahil menemukan orang dengan pola makan sangat rendah garam.

Jadi pilihannya adalah membandingkan orang-orang dengan asupan garam yang tak terlalu berbeda, lalu mendapatkan hasil kondisi kesehatan yang juga tak jauh berbeda. Atau alternatifnya, para peneliti mengisi kelompok sangat rendah garam dengan orang-orang yang memang diwajibkan menjalani diet rendah garam oleh dokter mereka, karena mereka pernah mengalami serangan jantung atau stroke – namun hasil penelitian itu tidak akan tepat hasilnya karena, tentu saja, mereka kemungkinan besar akan sakit atau mati. Masing-masing metode penelitian mempunyai masalah sendiri.

Tambahan lagi, penyakit dan kematian disebabkan oleh begitu banyak hal, selain garam. Orang dengan diet rendah garam mungkin memiliki selera makan yang tinggi sehingga porsi makannya banyak, atau mengonsumsi lemak jenuh, atau mungkin saja mereka merokok. Orang-orang sehat mungkin lebih sering berolahraga dan makan lebih banyak, sehingga asupan garam mereka lebih tinggi.

“Jika Anda mengevaluasi data itu, Anda harus melihat keseluruhan bukti. Semua uji terkendali yang acak, dan penelitian lewat observasi, dilakukan dengan canggih serta memiliki pandangan yang seimbang,” urai Bruce. “Pemerintah di seluruh dunia berpendapat sama – kita memakan terlalu banyak garam dibanding yang kita butuhkan, jadi kita harus mengurangi konsumsi garam. Dan bila kita melakukannya, kita akan menurunkan risiko-risiko.”

Apa Maknanya?
Jadi, apakah sebaiknya saya bersikap santai saja menghadapi ipar-ipar saya dan kecanduan garam mereka? Ulasan bukti-bukti di seluruh dunia mengonfirmasi bahwa asupan garam tinggi berkaitan dengan peningkatan risiko stroke dan penyakit kardiovaskular, serta mengimbau pengurangan asupan garam secara signifikan dalam masyarakat kita.

Di Eropa, pemerintah telah meloloskan undang-undang yang mewajibkan produsen makanan mengurangi jumlah garam yang mereka gunakan. Di Finlandia, contohnya, kampanye 30 tahun tentang pengurangan garam, pelabelan makanan dan kampanye publik telah berhasil menurunkan konsumsi garam masyarakat sebesar sepertiga. Hal itu mengakibatkan penurunan tekanan darah rata-rata lebih dari 10mmHg, dan penurunan 75-80% kematian prematur karena penyakit jantung koroner dan stroke.

Di Australia, industri secara sukarela mengurangi garam dalam beberapa makanan di bawah kemitraan dengan pemerintah bernama Food and Health Dialogue, yang juga menargetkan untuk mengurangi garam dan lemak jenuh pada roti, sereal sarapan, saus dan daging yang diproses.

Bruce Neal dari AWASH mengatakan bahwa gerakan itu tidak berdampak besar, “Bagi industri, ada biaya untuk memformulasikan ulang produk dan membuat label yang berbeda, jadi tak ada insentif bagi mereka yang menjalankannya.”

Dokter Rob Grenfell, direktur masalah klinis nasional untuk Heart Foundation, menyatakan pesan untuk mengurangi garam masih vital. “Ini seperti tembakau: kita semua tahu ada orang yang merokok seumur hidup dan masih hidup sampai berusia 85 – tetapi ada ribuan orang yang tidak. Yang kita tahu, mengurangi konsumsi garam akan berdampak signifikan pada masyarakat, untuk mengurangi penyakit kardiovaskular dan kematian.”

Apakah mengurangi garam berbahaya bagi Anda? Dengan begitu banyak kandungan garam pada makanan harian, rasanya tak mungkin Anda bisa mengurangi asupan garam sampai batas yang cukup rendah. Sampai ada bukti yang menunjukkan sebaliknya, hanya ada satu cara: menemukan tempat persembunyian yang lebih baik untuk botol garam itu.
Tips Pilihan Lainnya: