6 Alasan Si Kecil Suka Mengadu

Jun 04, 2014 | / Tips / Umum |
Rate:
Dilihat 3578x
Si kecil suka mengadu? Bukan hanya wajar, tapi juga melatih kemampuannya berkomunikasi dan mengungkapkan pendapat. Sikapi dengan bijak agar manfaatnya didapat.

Seperti dikatakan Susanne Denham, profesor psikologi perkembangan dari George Mason University, Amerika Serikat, anak usia 18 bulan sudah bisa mengadu karena sudah muncul insting persaingan. Si kecil ingin mendapatkan dukungan dari orang lain, sehingga ia pun mengadu.

Namun, perilaku mengadu yang ditunjukkan batita berbeda dari orang dewasa yang suka mengadu. Pada orang dewasa, mengadu identik dengan perilaku negatif, karena dilatarbelakangi kepentingan atau keuntungan pribadi si pengadu.

Sementara mengadu pada batita terkait dengan perkembangan kemampuannya di usia itu. Sehingga tak perlu khawatir si kecil akan tumbuh menjadi pribadi si pengadu alias anak yang suka mengadu.

Kenali enam alasan mengapa si kecil suka mengadu ini.

1. Moral. Di usia batita, si kecil mulai memiliki nilai moral. Ia bisa menilai perilaku anak lain apakah melanggar aturan atau tidak. Ketika kakaknya memukulnya, itu adalah tindakan yang tidak boleh dilakukan. Ia tahu karena kita sudah menjelaskan nilai-nilai moral sebelumnya, salah satunya "tidak boleh menyakiti atau memukul orang lain". Nah, karena si batita tak mampu mengatasinya sendirian, ia meminta dukungan orangtua dengan cara mengadukan perilaku kakaknya.

2. Mendapatkan perhatian. Batita sedang senang-senangnya menjadi pusat perhatian, tak boleh ada orang lain yang lebih diperhatikan oleh orangtua dibandingkan dirinya. Ketika merasa dirugikan, ia akan mengadu kepada orangtuanya untuk mendapatkan perhatian. Nah, ia merasa senang jika orangtua merespons aduannya, membelanya, kemudian memerhatikan kemauannya. Di lain waktu, ketika merasa dirugikan lagi, ia akan mengadu lagi ke orangtuanya. Meski selintas terlihat negatif, namun hal ini terbilang wajar, karena batita belum memahami konsep berbagi. Yang terpikirkan saat itu, orangtua hanya memikirkan dirinya, bukan orang lain.

3. Persaingan. Mengadu pun bisa menjadi wujud dari persaingan antara adik dan kakak atau sebaliknya, umumnya bersaing untuk mendapatkan perhatian dari orangtua antara kakak-adik. Biasanya hal ini terjadi pada kakak-adik yang usianya tak berbeda jauh, kurang dari dua tahun. Pasalnya, kakak-adik dengan jarak usia yang dekat memiliki kebutuhan, keinginan, kesenangan yang sama. Si adik yang merasa kesulitan bersaing dengan kakaknya lantas meminta bantuan kepada orangtua dengan cara mengadu. Apalagi anak sadar jika saat itu ia adalah center of attention atau pusat perhatian sehingga ia yakin akan mendapatkan dukungan dari orangtuanya.

4. Menguasai. Jika obyek pengaduannya adalah adik, maka alasan mengadunya biasanya karena anak ingin diakui "kekuasaannya", hal ini kerap terjadi pada batita akhir atau usia di atasnya. Sering, kan, kita menasehati si kakak untuk menjaga, menyayangi, dan memerhatikan adiknya? Si kakak seakan mendapatkan mandat untuk mengontrol atau "berkuasa" terhadap adiknya. Ketika si kakak melarang adiknya merangkak keluar rumah namun adiknya tak mengindahkan, maka si kakak akan mengadu ke orangtuanya. Ini semata untuk menunjukkan "kekuasaan" si kakak dan meminta orangtua mengakuinya.

5. Kurang perhatian atau ingin lebih diperhatikan. Jika anak kurang diperhatikan, sangat mungkin ia akan sering mengadu. Apalagi batita memang sedang butuh perhatian dari orang-orang di sekitarnya, terutama orangtua. Pada beberapa anak, meski sudah diperhatikan, ia ingin mendapatkan perhatian lebih dari biasanya. Umumnya, anak yang ingin mendapatkan perhatian lebih karena selalu dibandingkan dengan kakak atau adiknya, "Adek sudah mandi, Kakak kok belum?" Nah, ketika si kakak sudah mandi, ia akan mengadukan adiknya yang belum mandi.

6. Orangtua tidak objektif. Perilaku orangtua pun berperan terhadap perilaku mengadu pada anak, yaitu orantua sering berlaku tidak objektif kepada anak-anaknya. Ketika si adik menangis, orangtua langsung menyalahkan si kakak padahal belum tentu demikian. Jika kelak si adik menangis karena ulah kakaknya, maka dengan mudah ia akan mengadu ke orangtuanya. Ia yakin orangtuanya akan membelanya karena sebelumnya sudah belajar dari perilaku yang ditunjukkan orangtuanya.
Tips Pilihan Lainnya: