Rate:
Jun 06, 2014 3921
Manfaat Buah Kesemek Untuk Kesehatan menurunkan kadar kolesterol jahat dalam tubuh Hipertensi,asma,sakit perut,diare dan disentri menjaga tubuh tetap langsing antioksidan sehingga mampu mencegah penyakit jantung Pohon kesemek berukuran kecil sampai sedang, 15 m atau kurang, dioesis (dioecious, berumah dua) dan kadang-kadang monoesis, berbatang pendek dan bengkok-bengkok, banyak cabang, serta menggugurkan daun. Daun dalam dua deret, tersusun berseling, bertangkai pendek lk. 3 cm, bundar, bundar telur sampai jorong, 2,5-15 × 5-25 cm, hijau kuning berkilap. Bunga jantan dalam malai pendek berisi 3-5 kuntum, bunga betina soliter, di ketiak daun, berbilangan 4. Buah buni berbentuk gepeng membulat dan bersegi empat, hijau kekuning-kuningan sampai merah, dengan daun kelopak yang tidak rontok.kesemek sekarang sudah sulit dijumpai atau hampir punah. Kesemek yang matang berwarna antara jingga kekuningan sampai kemerahan dan berdiameter antara 2-8 cm. Buah ini dapat dimakan langsung dalam keadaan segar setelah diolesi dengan air kapur dan diperam, agar rasa sepatnya hilang. Buah juga dapat dikeringkan atau diolah menjadi selai, agar-agar, es krim dan lain-lain. Buah kesemek segar mengandung 19,6% karbohidrat, terutama fruktosa dan glukosa, 0,7% protein, vitamin A dan kalium. Buah kesemek yang muda mengandung zat tanin yang dinamai tanin-kaki, yang menimbulkan rasa sepat pada buah. Zat ini akan berkurang bersama dengan masaknya buah. Tanin-kaki dimanfaatkan untuk mengawetkan berbagai kerajinan tangan, membantu produksi arak-beras di Jepang, serta bahan pengobatan penyakit hipertensi. Asal-usul dan penyebaran buah kesemek Kesemek berasal dari Republik Rakyat Cina, yang kemudian menyebar ke Jepang pada zaman purba dan dikembang biakkan di sana. Belakangan buah ini menyebar ke bagian lain Asia, dan pada masa kolonial di tahun 1800an dibawa ke Eropa selatan dan Amerika (Kalifornia). Buah ini cukup penting dalam tradisi Tiongkok dan Jepang, sehingga nilai komersialnya tinggi di sana. Kini komersialisasi produksi kesemek telah merembet dan meluas ke Selandia Baru, Australia dan Israel. Ekspor dari Israel inilah yang dinamai sebagai Sharon fruit. Di Indonesia, Malaysia dan Thailand, produksi kesemek umumnya hanya cukup untuk konsumsi lokal. Sumatera Utara, khususnya wilayah Brastagi, di waktu lalu pernah secara tetap mengirimkan kesemek untuk Singapura; namun kini terhenti karena kualitasnya terdesak oleh kesemek produk negara-negara lain. Tempat-tempat lain di Indonesia yang menghasilkan kesemek di antaranya adalah Jawa Barat dan Jawa Timur, di mana buah ini ditanam pada daerah-daerah tinggi di pegunungan. Ngomong-ngomong buah ini seperti buah manggis jika kita teliti sedikit lebih detail,dengan manfaatnya yang luar biasa bisa di rekomendasikan buah kesemek sebagai buah yang bagus untuk di hidangkan.
Selengkapnya
Rate:
Jun 04, 2014 4229
Ada yang berkata, kalau Anda mau mengetahui seperti apa kepribadian orang lain, cobalah melihat dari rumahnya. Ternyata, saran ini ada benarnya. Sebab, menurut Leatrice Eiseman, Direktur Eksekutif dari Pantone Color Institute dan penulis buku Pantone: The Twentieth Century in Color, pilihan warna yang mendominasi dinding rumah ternyata merupakan ekspresi dari kepribadian kita. Coba intip berbagai nuansa warna yang sering dipilih orang dan seperti apa tipe kepribadiannya. 1. Jika Anda suka nuansa warna hangat Pilihan warna-warna yang mencerminkan kehangatan, seperti kuning, oranye, atau kemerahan, biasanya menandakan pemilik rumah adalah orang yang periang dan terbuka. "Mereka termasuk orang yang ramah dan senang menjamu tamu yang datang ke rumahnya," kata Eiseman. Warna yang terang mewakili kepribadian yang penuh energi dan bersahabat. 2. Jika Anda suka nuansa warna yang dingin Menurut beberapa studi, orang cenderung mengasosiasikan warna-warna biru pucat, lavender, dan hijau dengan warna langit, air, serta rerumputan, dengan kebutuhan akan kenyamanan dan ketenangan. Jadi, orang-orang yang menyukai warna seperti ini biasanya menjadikan rumahnya sebagai oasis ketenangan di tengah dunia yang begitu sibuk. Pemilik rumah dengan warna cat seperti ini juga cenderung introver. 3. Jika Anda suka nuansa warna bebatuan Warna-warna tersebut seringkali jadi warna gaun andalan para selebriti ketika melangkah di karpet merah pada malam penganugerahan Oscar. Sebut saja warna seperti batu ruby, emerald, safir, hingga topas. Semuanya membuat orang yang memandang akan terpesona. Seperti itulah juga kepribadian orang yang memilih warna-warna bernuansa seperti ini untuk dinding rumahnya. Mereka adalah orang-orang yang supel, percaya diri, serta kreatif. Saat mengecat dinding dengan warna seperti ini, Anda ingin mendapatkan inspirasi dari lingkungan sekitar, yang kemudian diterjemahkan lagi melalui karya. 4. Jika Anda suka nuansa warna yang netral Mengecat dinding dengan warna bebatuan yang abu-abu, kecoklatan, beige, maupun putih gading, mencerminkan cara pikir Anda yang cenderung klasik dan praktis. Pilihan warna ini mungkin didasarkan oleh pemikiran bahwa Anda tidak ingin terlalu sering mengecat ulang ruangan karena warnanya tak lekang oleh waktu. Selain itu cat dinding seperti ini pastinya akan cocok dengan segala ruangan, mulai dari ruang kerja hingga kamar mandi. Jadi, buat apa repot?
Selengkapnya
Rate:
Jun 04, 2014 1468
Anjing atau kucing kampung biasa mengais makanan dari sampah, sehingga kadang-kadang tubuh mereka bisa menjadi kebal terhadap makanan yang dimakannya. Tetapi tentu tidak demikian dengan kucing atau anjing ras piaraan Anda. Anda tidak bisa memberikan sembarang makanan untuk mereka. Apalagi, ada beberapa jenis makanan manusia yang bisa berbahaya bagi mereka. Beberapa makanan ini memang terlihat enak untuk mereka, sehingga anak-anak suka memberikan makanan dari atas meja makan untuk anjing atau kucingnya. Namun, beberapa kandungan makanan tersebut ternyata bisa mengakibatkan kerusakan fungsi organ tubuh pada binatang. Dalam kondisi yang parah, juga bisa menyebabkan kematian bagi mereka. Lalu, makanan apa saja yang sebaiknya tidak diberikan pada anjing dan kucing? Cokelat, kopi, dan makanan atau minuman berkafein lainnya Kandungan theobromine di dalam cokelat dalam jumlah yang besar akan menjadi racun bagi anjing. Selain itu cokelat juga mengandung kafein, bahan yang juga ditemukan pada kopi, teh, dan beberapa minuman bersoda. Tipe cokelat yang berbeda memiliki jumlah theobromine dan kafein yang berbeda. Contohnya, cokelat murni (dark chocolate) dan cokelat pahit (baking chocolate) mengandung lebih banyak kedua senyawa kimia tersebut ketimbang cokelat susu (milk chocolate), sehingga anjing baru akan sakit kalau makan lebih banyak cokelat susu. Namun beberapa gram cokelat saja sudah bisa membuat anjing kecil sakit, jadi tidak ada jumlah atau tipe cokelat tertentu yang terbilang aman untuk anjing. Keracunan cokelat bisa membuat anjing muntah, diare, detak jantung tak beraturan, gelisah, dan kejang. Dalam keadaan yang parah, anjing bisa mati dalam 24 jam setelah mencerna cokelat. Anggur dan kismis Makanan ini kelihatannya kecil dan ringan, namun bisa menyebabkan gagal ginjal akut pada kucing dan anjing. Sayangnya, belum ditemukan apa sebenarnya yang menyebabkan buah-buahan ini bisa membuat anjing keracunan. Tanda-tanda klinis biasanya terjadi dalam 24 jam setelah anjing dan kucing memakannya. Setelah itu mereka akan muntah-muntah, diare, dan kelelahan. Yang terburuk, ginjal mereka akan berhenti bekerja. Alpukat Ternyata, seluruh elemen dari alpukat sifatnya beracun bagi anjing dan kucing, dari daun, buah, hingga kulit tanamannya. Bila memakan bahan-bahan ini, mereka bisa muntah dan diare. Bawang putih dan bawang merah Senyawa kimia di dalam kedua bahan makanan ini bisa merusak sel-sel darah merah pada kucing dan anjing. Sel-sel darah merah yang terpapar senyawa kimia ini bisa pecah atau kehilangan kemampuannya untuk membawa oksigen secara efektif. Bahkan ketika bahan makanan ini sudah dimasak pun tidak mengurangi potensi racunnya. Kadang-kadang, hewan yang sedang sakit diberi makanan bayi. Padahal, makanan bayi ada juga yang mengandung bawang merah atau bawang putih. Kacang macadamia Banyak produk cokelat yang diberi isi kacang macadamia. Tidak begitu jelas bagaimana jenis kacang ini bisa meracuni kucing dan anjing, namun biasanya anjing akan mengalami depresi, lemas, muntah, gemetar, nyeri sendi, dan gusi yang pucat. Gejala ini bisa terjadi dalam 12 jam setelah hewan-hewan ini mengonsumsinya. Kadang-kadang, gejala ini bisa mereda tanpa dilakukan perawatan dalam 24-48 jam. Namun tentunya lebih disarankan untuk terus memonitor kondisi hewan peliharaan Anda. Xylitol Anda tentu sudah pernah mendengar nama ini, yaitu pemanis buatan yang terdapat pada permen karet, permen pedas, pasta gigi, dan obat kumur. Xylitol bisa membahayakan untuk anjing karena menyebabkan pelepasan insulin secara mendadak, yang memicu hypoglycemia (gula darah rendah). Kerusakan liver juga bisa terjadi pada anjing. Dalam 30 menit setelah memakannya, anjing bisa muntah, mengalami kelelahan, atau tidak bisa diatur. Keracunan xylitol pada anjing bisa fatal akibatnya jika tidak diatasi. Namun, tidak diketahui apakah xylitol juga berbahaya untuk kucing. Pada umumnya, keracunan makanan pada hewan peliharaan terjadi tanpa disengaja. Mungkin mereka memungut makanan yang dibuang di jalan, atau mengambil sesuatu dari meja makan. Karena itu, simpanlah makanan Anda dengan rapi jika di rumah ada binatang peliharaan. Masukkan ke dalam lemari makan, atau simpan dalam kotak makanan tertutup. Anak-anak juga perlu diwanti-wanti untuk tidak sembarangan memberikan makanan pada anjing dan kucing.
Selengkapnya
Rate:
Jun 04, 2014 2898
Ketimbang membicarakan suatu masalah secara langsung dengan orang yang dianggap menimbulkan masalah, atau setidaknya melalui surat elektronik, kini orang cenderung curhat mengenai masalah pribadi melalui media sosial. Dengan cara ini, sebenarnya kita hanya berbicara satu arah. Belum tentu orang yang membuat kita kesal itu membaca curhatan kita, bukan? Menurut Dr Ida Ruwaida, sosiolog dari Universitas Indonesia, ruang sosial yang makin terbatas dan ikatan emosional yang rendah terutama di kota-kota besar menimbulkan perubahan dalam pola interaksi masyarakat. Akhirnya, teknologi digital menjadi alat untuk menyalurkan emosi alias katarsis lewat media sosial. Sementara, menurut Irwan Hidayana, antropolog dari Universitas Indonesia, ekspresi generasi muda lewat media sosial tidak terlepas dari faktor eksternal yang dialaminya. Misalnya, mereka tidak bisa mengekspresikan perasaannya pada lingkungan terdekatnya, termasuk orangtua. Orang yang tinggal di kos juga tidak bisa curhat pada keluarganya seleluasa orang yang tinggal bersama keluarga. Seringkali kita menghadapi masalah yang memengaruhi suasana hati, misalnya macet, hujan, dan banjir. Padahal, kita tetap butuh ruang ekspresi. Karena keterbatasan ruang sosial, akhirnya media sosial jadi sarana curhat,” ujar Irwan. Namun, perlu diingat bahwa dunia maya pun punya kultur sendiri, yang terkadang justru membuat kita terjebak dalam masalah baru. Itu sebabnya, menurut DR Rose Mini AP, M.Psi, psikolog dari Universitas Indonesia, “Selagi masih punya teman bicara, bicaralah pada (orang) yang nyata. Jangan di dunia maya. Bisa dibilang, orang yang curhat di dunia maya mengenai masalahnya 'butuh pertolongan'. Akan jadi berbahaya kalau ada yang mengomentari curhatnya secara negatif. Kita tahu, tidak sedikit orang yang bertengkar di dunia maya karena memberikan respon buruk,” lanjut psikolog yang akrab disapa Romy ini. Menghindari teknologi informasi tentu tidak bisa dilakukan. Sebaliknya, saran Irwan, ambillah sisi positifnya. “Misalnya, media sosial membuat kita bisa bertemu kembali dengan teman lama,” ujar Irwan sambil menambahkan, pertemanan di media sosial yang marak tak lepas dari berkurangnya ruang publik saat ini. “Tak heran, itu sebabnya banyak anak muda yang sekarang memanfaatkan fly over sebagai tempat pacaran.”
Selengkapnya
Rate:
Jun 04, 2014 4575
Anda tentu sudah mengenal bento, bekal makanan ala Jepang berisi nasi dan lauk-pauk yang dikemas secara praktis. Diambil dari kata o-bento, yang artinya bekal makan, bekal makanan ini sekarang tidak hanya tersedia di restoran Jepang siap saji. Ibu-ibu rumah tangga pun banyak yang tertarik dengan penyajian ala bento dimana makanan tampak penuh warna dan menggugah selera. Membuatnya pun tak sulit jika mengetahui tekniknya, sehingga bento pun betulan disiapkan untuk bekal makan ke sekolah atau ke kantor. Saat ini juga telah hadir beberapa perusahaan yang mengadakan workshop untuk menguasai teknik membuat bento. Salah satunya adalah Mymealbox. "Biasanya workshop yang saya gelar terdiri atas kelompok kecil, lima hingga delapan orang. Saya akan mengajarkan teknik-teknik dasar yang bisa dikreasikan sendiri oleh para peserta. Misalnya saya mengajarkan membuat tokoh kartun, nanti peserta bisa membuat tokoh kartun yang lain dengan teknik yang sama," ujar Lukman Wiharjda.
Selengkapnya
Rate:
Jun 04, 2014 1434
Ketika anak melakukan sesuatu hal yang hebat, sebagai orangtua apa yang Anda lakukan? Pasti Anda memujinya. Namun, sebaiknya berhati-hatilah untuk terlalu sering memuji mereka, karena salah-salah pujian ini justru memberi dampak buruk bagi mereka. "Pujian atau labeling positif pada anak di satu sisi memang bisa membangkitkan semangat anak, tapi di sisi lain bisa juga memberi pengaruh buruk," ungkap Najelaa Shihab kepada Kompas Female, dalam talkshow "Mitos dan Fakta Stimulasi Dini di Rumah" dalam rangkaian acara Breastfeeding Fair 2012 yang digelar Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) di Grand Indonesia, Jakarta Pusat, Rabu (2/5/2012) lalu. Ditambahkan Najelaa, cara memberikan pujian yang salah dalam jangka waktu yang lama ternyata bisa memengaruhi perilaku anak menjadi buruk, malas, atau bahkan yang lebih buruk: meremehkan orang lain. Agar pujian ini berdampak positif bagi anak, perhatikan aturannya: 1. Puji prosesnya, bukan hasilnya Saat memuji anak, orangtua sering hanya berfokus pada hasil yang diperoleh anak. Ketika anaknya menjadi juara kelas, orangtua akan memuji anak dengan kata-kata, "Wah, kamu pintar", atau "Kamu pandai". "Kalimat seperti inilah yang sebaiknya harus dihindari saat memuji anak," tukas Najelaa. Kata-kata "pintar" dan "pandai" sebenarnya merupakan sebuah hasil dari proses belajar yang dilakukan anak. Agar pujian orangtua bisa berdampak baik pada anak dalam jangka panjang, sebaiknya puji mereka dengan menggunakan kata-kata yang menghargai proses belajar mereka, seperti "Kamu sudah belajar dengan rajin ya, untuk bisa jadi juara kelas". Contoh lainnya, sebaiknya hindari kata "Anak mama cantik sekali", dan gantikan dengan kalimat "Wah, baju yang kamu pilih cocok dengan di badanmu", atau "Rambut kamu rapi sekali", dan lain sebagainya. Kalimat ini lebih berfokus pada proses pekerjaan yang sudah mereka lakukan, dan hal ini akan membantu mereka untuk mengerti bahwa semua yang dilakukan itu ada manfaatnya untuk perkembangan diri mereka. "Efek negatif ketika terus memuji anak dengan kata-kata 'pandai', 'cantik', dan lainnya yang merujuk pada hasil semata, akan membuat anak berpikir bahwa hal ini sudah dari 'sononya', sehingga mereka akan beranggapan bahwa mereka tak perlu berjuang lagi untuk mendapatkan itu semua," bebernya. 2. Ungkapkan dengan spesifik Mungkin Anda sering memuji anak dengan kalimat "Kamu hebat", tapi sebaiknya hindari saja hal ini. Meski kalimat ini adalah kalimat pujian yang terdengar menyenangkan bagi orang lain, namun kalimat seperti ini tidak akan membekas di hati anak, dan justru akan membuat mereka bingung. "Ungkapkan pujian Anda dalam kalimat yang spesifik, dan deskripsikan kepada mereka mengapa Anda memuji perbuatan mereka," sarannya. Anak-anak belum punya pikiran seperti orang dewasa yang mampu mencerna setiap kata-kata dengan sempurna, dan memahami maksudnya dengan tepat. Ketika mengungkapkan kata "Kamu hebat", hal ini sebenarnya belum menjadi pujian yang sempurna bagi anak. Sebaiknya, ungkapkan penyebab Anda menyebut mereka hebat, misalnya "Kamu hebat karena mau makan sayur". Kalimat yang spesifik akan membuat anak merekam semua kegiatan "hebat" yang dilakukannya, dan hal hebat yang Anda harapkan dapat mereka lakukan lagi di kemudian hari.
Selengkapnya
Rate:
Jun 04, 2014 1922
Berinteraksi dengan orang lain bisa menstimulasi perkembangan otak anak. Untuk itu, beri anak-anak kesempatan untuk berinteraksi dengan banyak orang, selain orangtua dan keluarganya. "Orangtua sering berpikir bahwa anak mereka akan lebih aman jika hanya berada di rumah, dan bermain bersama keluarganya saja. Hal ini sebenarnya kurang tepat," ungkap Najeela Shihab, praktisi pendidikan, dalam acara Breastfeeding Fair 2012 di Grand Indonesia, Jakarta Pusat, Rabu (2/5/2012) lalu. Menurut Najeela, anak-anak juga harus dibiasakan untuk bisa berinteraksi dengan beberapa golongan usia untuk membantu perkembangan diri dan melatih kepribadian mereka dengan baik. "Anak-anak harus dilatih untuk bersosialisasi dengan anak-anak seusianya, orang yang lebih tua, atau yang lebih muda agar mereka bisa berkembang maksimal," tukasnya. 1. Dengan sebayanya Ketika anak bersosialisasi dengan anak-anak sebayanya, mereka akan belajar berempati. Mereka akan belajar berbagi dan beradaptasi dalam kelompoknya. "Mereka akan belajar bagaimana cara yang baik untuk berbagi makanan atau mainan," ujar Kepala Sekolah Cikal ini. Anak-anak juga bisa belajar bekerjasama dengan baik dan mengatasi masalah (problem solving). Mungkin hal ini tidak akan langsung terjadi atau terlihat saat itu juga, namun tetap akan berpengaruh pada perkembangan diri mereka di masa depan. 2. Anak yang lebih muda Bergaul dengan anak yang lebih muda memungkinkan anak untuk mengembangkan jiwa kemandirian dan kepemimpinan mereka. Ketika mereka bergaul dengan anak yang lebih muda, mereka harus belajar untuk mengalah. Selain itu, mereka juga bisa belajar untuk bisa membantu "adik-adik" mereka dan menjaga mereka selayaknya seorang kakak. 3. Orang dewasa Orang dewasa tak selalu memberi pengaruh buruk pada anak-anak. Karena dari interaksi dengan orang yang lebih dewasa, mereka belajar untuk lebih menghargai dan menghormati orang lain. "Pada dasarnya, orang yang lebih tua akan bersikap mengalah ke mereka. Dengan interaksi seperti ini, anak diharapkan untuk belajar tidak bertindak semena-mena dan lebih menghargai orang lain," pungkasnya.
Selengkapnya
Rate:
Jun 04, 2014 1538
Setiap orang pada dasarnya memiliki kemampuan untuk mengendalikan diri. Namun kemampuan ini sering tidak dikembangkan dengan maksimal sehingga Anda tumbuh menjadi pribadi yang sulit mengontrol diri sendiri. "Kemampuan mengendalikan diri ini sebenarnya bisa dirangsang dan dilatih sejak kecil, agar anak tumbuh menjadi anak yang bisa mengontrol dirinya sendiri," tukas praktisi pendidikan Najelaa Shihab saat talkshow "Mitos dan Fakta Stimulasi Dini di Rumah" beberapa waktu lalu di Jakarta. Cara terbaik untuk mengembangkan kemampuan self control pada anak adalah dengan memberi mereka kesempatan untuk mengendalikan kebutuhan fisik mereka sendiri. Saat anak masih kecil, orangtua belum sepenuhnya percaya bahwa mereka mampu menentukan sendiri kebutuhan fisik mereka, karena orangtua mengklaim dirinya paling tahu yang terbaik untuk anak. "Meski masih anak-anak, beri mereka kesempatan untuk bisa mengontrol kebutuhan fisik mereka, dan kita sebagai orangtua harus berlatih mendengarkan. Karena dengan cara ini, anak belajar mengendalikan kebutuhan fisik mereka sendiri," tambahnya. Ditambahkan Najelaa, seringkali orangtua lah yang justru membuat anak sulit mempercayai bahwa dirinya sanggup mengendalikan diri. Padahal aktivitas inilah yang paling mudah dikenali dan dilakukan, misalnya mengenali rasa kenyang, lelah, mengantuk, dan lainnya. Pengendalian kebutuhan fisik anak merupakan salah satu kunci sukses menjadikan anak memiliki self control. Ambil contoh ketika anak sedang makan. Seringkali mereka mengatakan sudah kenyang dan tak ingin makan lagi. Karena menganggap anak baru makan sedikit nasi, Anda lantas memaksanya untuk menghabiskan makanan tersebut. Padahal, ini merupakan sinyal yang diberikan anak untuk mulai mengenali kebutuhan fisik, yaitu rasa kenyangnya sendiri. Ungkapan ini justru membuat anak lebih mampu mengontrol kebutuhan dan keinginannya untuk tidak makan berlebihan. Dengan "pemaksaan" untuk menghabiskan makanan, justru anak akan menjadi tidak percaya pada instingnya bahwa ia sudah kenyang. "Ditambah lagi dengan adanya kata-kata ketidakpercayaan orangtua, membuat anak mengabaikan insting self control-nya, sehingga lama-kelamaan ia jadi sulit mengendalikan dirinya," tambahnya. Menurut Najelaa, cara yang paling tepat untuk mengatasi masalah ini adalah dengan mendengarkan keinginan anak. Saat anak mengungkapkan bahwa ia sudah kenyang, maka ikuti saja keinginannya, dan jangan paksa dia untuk makan. Karena pada dasarnya memaksa anak makan juga bisa berakibat kurang baik pada perkembangannya psikologisnya. Toh ketika anak memang baru makan sedikit, tak lama lagi mereka akan merasa lapar kembali setelah energinya terkuras untuk beraktivitas. "Jangan buru-buru memarahi mereka. Berikan saja mereka makanan seperti biasa, dan berikan mereka bantuan untuk bisa lebih fokus untuk mengenali tingkat kenyang mereka," tambahnya. Sesi makan di "ronde kedua" secara tak langsung akan menjadi pelajaran bagi diri mereka sendiri. Mereka akan belajar melalui pengalaman tersebut untuk lebih mampu mengontrol kebutuhan mereka. "Otak mereka akan berpikir, 'Saat makan pertama kali kemudian bermain, saya akan lapar lagi. Maka besok saya akan menambah porsi makan'. Hal ini akan lebih baik ketimbang Anda ngomel dan memaksa mereka tanpa mereka mengalaminya sendiri," sarannya. Ditambahkan Najelaa, stimulasi self control anak sejak dini terbukti membantu menjauhkan anak-anak dari berbagai pengaruh hal buruk saat ia dewasa. Bahkan menurut penelitian, anak yang sudah memiliki self control sejak dini tidak akan mudah terjebak dalam narkoba.
Selengkapnya
Rate:
Jun 04, 2014 5611
Hubungan ibu dan anak perempuannya memang lebih spesial dibandingkan dengan anak laki-laki. Namun, begitu anak perempuan ini sudah memasuki masa remaja, ada beberapa tantangan yang perlu mereka jalani bersama. "Para ibu cenderung ingin menjadi sahabat bagi anak perempuannya, lebih dekat dengan mereka. Namun, para ibu juga perlu berhati-hati agar keinginan ini tidak malah disalahartikan anak sebagai jalan untuk mengekang mereka," kata Dr Jacqueline Olds, Associate Clinical Professor di bidang psikiatri, Massachusetts General Hospital dan McLean Hospital, Belmont. Menurut Olds, para ibu tetap harus menjaga batasan yang sehat dengan anak-anak perempuannya. "Sebagai contoh, para ibu tidak perlu terlalu mencampuri kehidupan sosial anak perempuannya. Anda cukup mengawasi, siapa saja teman anak Anda. Sering-seringlah mengobrol dengan anak untuk menggali seputar kisah persahabatannya. Tidak perlu sampai mengikuti anak ke mana pun mereka pergi bersama teman-temannya," kata Olds. Selain itu, Anda juga tidak perlu sampai meniru-niru tren pakaian, gaya bicara, hingga perilaku anak yang sudah menjadi remaja putri. "Ini malah bisa memberi kesan pada anak bahwa Anda tidak menyukai diri Anda yang sebenarnya, dan ingin menjadi orang lain," kata Olds. Pentingnya komunikasi yang baik antara ibu dan remaja putrinya juga ditekankan oleh Olds. Apalagi mengingat studi dari University of Washington yang menemukan bahwa hubungan ibu dan remaja putri yang buruk bisa berpengaruh pada perilaku melukai diri sendiri pada anak, misalnya menyayat diri. "Intinya, kurangnya komunikasi antara ibu dan remaja putri berpotensi menimbulkan depresi. Jadi, sering-seringlah bicara dengan mereka meski hanya sebentar. Mungkin mereka tidak menatap Anda dan mengangguk, tapi mereka sebenarnya mendengarkan," kata Olds. Selain itu, lanjutnya, ketika remaja putri mulai emosi ketika Anda menyinggung topik-topik tertentu, sebaiknya berhenti sampai situ saja. Bicarakan lagi di lain waktu.
Selengkapnya
Rate:
Jun 04, 2014 5321
Anak merengek karena Anda melarangnya menonton televisi jelang jam tidur, atau Anda seringkali kesulitan meminta si kecil berhenti bermain bola di dalam ruang tamu atau keluarga. Jika hal ini masih sering Anda alami di rumah, tandanya Anda belum cukup mahir mengatakan "tidak" pada anak untuk mendisiplinkannya. Pengasuhan di era modern kerap menyarankan orangtua untuk bersikap lebih demokratis. Yakni bernegosiasi untuk menghindari konfrontasi, dengan melibatkan anak dalam pengambilan keputusan. Namun, terkadang cara ini tak berhasil dan orangtua cenderung frustasi menghadapi anak yang tak mau mendengarkan orangtuanya. Banyak orangtua mengalami hal ini, barangkali Anda salah satunya. Kegiatan sosial untuk anak dan keluarga berskala nasional di Inggris, 4Children melaporkan lebih dari 50 persen orangtua mengaku rutin mengalami konflik dengan anak-anak. Seperti adu argumen dengan anak, bahkan konflik ini dapat memicu kekerasan dalam rumah tangga. Orangtua mungkin sudah membekali diri dengan ilmu pengasuhan, bahkan sejak anak masih dalam kandungan. Namun ketika si anak lahir, orangtua minim dukungan dan masih harus bergelut dengan berbagai konflik dalam pengasuhan. Alhasil, banyak orangtua yang mengalami konflik saat mengasuh anak. Mungkin, hanya tujuh persen orangtua yang mengklaim tak mengalami konflik ini dan memiliki kehidupan yang damai dengan anak-anaknya. Agar anak mau menuruti permintaan orangtua, setiap keluarga memiliki resep masing-masing. Setiap keluarga punya cara berbeda, karena pada dasarnya anak-anak merupakan pribadi unik yang tak sama satu dengan lainnya. Disiplin juga perlu diterapkan dalam keluarga, dengan meminimalisasi negosiasi. Artinya orangtua tak selalu harus memberikan pilihan kepada anak-anak. Mungkin cara ini terdengar kuno, namun ada waktunya anak-anak juga harus patuh pada perkataan orangtua apalagi jika ruang negosiasi yang sudah terbuka selama ini, hanya berujung pada konflik dan membuat orangtua semakin frustasi menghadapi tingkah laku anak-anak. Metode 1-2-3 Meski ruang negosiasi tak lagi longgar, dan Anda menerapkan kedisiplinan bukan berarti orangtua bersikap kaku terhadap anak-anaknya. Anda bisa mencontoh cara Anna Maxted, penulis buku The Horrible Princess (Tom And Matt) yang menerapkan metode 1-2-3 Magic. Metode ini dapat Anda pilih sebagai panduan pengasuhan yang dirancang oleh psikolog klinis Dr Thomas W Phelan. Cara ini bisa menjadi senjata ampuh orangtua untuk mengambil alih kendali di rumah, terutama terhadap anak usia empat. Dr Phelan menyarankan orangtua untuk berhenti bernegosiasi dengan anak, karena sebenarnya anak-anak tak tertarik dengan argumen orangtuanya. Jika anak mengabaikan Anda yang memintanya berhenti ngemil biskuit jelang waktunya makan, alihkan amarah Anda. Jangan terpancing emosi dengan sikapnya, tapi mulailah beri peringatan tegas. Sekali Anda memeringatinya, dan anak mengabaikannya, katakan dengan tegas, "Oke, satu kali". Lalu anak Anda masih bersikeras dengan sikapnya, dan menolak ajakan Anda setelah lima detik kemudian, katakan, "Dua kali". Jika sampai hitungan ketiga yang merupakan peringatan akhir, anak masih juga tak mendengarkan Anda, berikan hukuman lima menit dengan memintanya ke luar ruangan atau minta ia masuk dalam kamar. Setelah lima menit, izinkan anak kembali bergabung bersama Anda di ruang makan misalnya, namun jangan memulai diskusi apa pun dengannya. Boleh jadi anak-anak Anda akan menganggap orangtuanya kejam. Barangkali mereka akan menyebut Anda dengan mengutarakan kata-kata seperti, "Aku benci Ibu, Ibu jahat". Mengenai hal ini Dr Phelan menyarankan orangtua untuk menyingkirkan emosi saat menerapkan disiplin, sehingga Anda bisa mengontrol temperamen termasuk temperamen anak-anak. Cara ini terbukti berhasil bagi keluarga Maxted. Anak-anak pun menjadi lebih menghargai orangtua, dan waktu yang tadinya terpakai untuk bernegosiasi dengan anak sambil beradu argumen, justru bisa dimanfaatkan orangtua untuk bermain bersama anak-anaknya.
Selengkapnya
Rate:
Jun 04, 2014 2898
Baik ibu bekerja maupun bu rumah tangga memilih popok sekali pakai sebagai perlengkapan wajib bayi. Popok sekali pakai menjadi pilihan, baik sebagai kebutuhan utama bayi atau pun sebagai pelengkap popok kain yang juga digemari kaum ibu. Popok sekali pakai biasanya menjadi andalan orangtua saat mengajak bayi bepergian atau di waktu malam untuk memastikan bayi tertidur pulas, tanpa terganggu karena popok yang basah. Menurut Ivo Ananda (29), ibu tiga anak yang berprofesi sebagai presenter TV lokal di Surabaya, pemenuhan kebutuhan akan popok sekali pakai ini semestinya diikuti dengan edukasi yang tepat. Pasalnya penggunaan popok sekali pakai tak hanya sekadar membuat bayi nyaman atau demi alasan kepraktisan, namun juga memengaruhi tumbuh kembang bayi. "Banyak ibu yang memilih popok sekali pakai karena coba-coba atau karena penghematan, terutama ibu muda. Padahal popok sekali pakai, terutama yang dipakaikan pada bayi saat tidur, memengaruhi kualitas tidurnya yang berdampak pada pertumbuhan bayi," jelas Ivo kepada Kompas Female di sela festival Happynesia memeringati HUT Surabaya ke 719, di Surabaya Plaza, Jawa Timur beberapa waktu lalu. Mengedukasi kaum ibu muda mengenai popok sekali pakai inilah yang menjadi tugas Ivo dengan peran barunya sebagai Key Opinion Leader dari sebuah merek popok sekali pakai premium. Pemilihan popok sekali pakai yang tepat, dapat mendukung berbagai aktivitas bayi. Saat tidur, bayi yang memakai popok berkualitas dapat tidur lebih nyaman dan nyenyak, sehingga hormon pertumbuhan dapat berproduksi lebih optimal. Sementara saat bermain, popok sekali pakai yang tepat dan berkualitas, tak membuat bayi terbatas dalam bergerak. Alhasil, bayi pun bisa melakukan berbagai aktivitas atau permainan yang menjadi stimulasi bagi pertumbuhannya. Bagi Ivo, banyak kaum ibu yang membutuhkan pemahaman mengenai pemilihan popok sekali pakai ini."Banyak ibu yang belum memakaikan popok berkualitas baik pada bayinya. Harga mahal juga bukan menjadi jaminan kualitas popok sekali pakai. Sejauhmana daya serap dan fleksibilitas popok bisa mendukung aktivitas bayi, itu yang perlu dipertimbangkan," ungkapnya. Melalui talkshow di televisi, radio, dan berbagai kegiatan parenting di Surabaya, Ivo berbagi pengalaman mengenai popok sekali pakai. Baginya, orangtua di Surabaya membutuhkan lebih banyak kegiatan parenting yang sifatnya lebih mengedukasi. "Antusiasme-nya tinggi, dan memang orangtua muda di Surabaya membutuhkan lebih banyak kegiatan parenting," jelasnya. Selain pemilihan popok sekali pakai untuk mendukung tumbuh kembang bayi, informasi lain terkait popok sekali pakai juga dibutuhkan orangtua. Seperti, pembelajaran melepas popok dan mengajarkan batita mengenai toilet training. Meski popok sekali pakai dibutuhkan, bukan berarti orangtua bergantung penuh padanya. Batita juga mulai bisa diajarkan melepas popok secara bertahap. Mantan Gadis Sampul ini pun berbagi pengalaman pribadinya, "Mulai usia 1,5 sampai dua tahun, anak saya tak lagi pakai popok. Kecuali kalau sedang bepergian. Anak mulai bisa lepas popok dan mandiri di usia empat tahun," tutupnya. Bagaimana dengan Anda, informasi apa saja mengenai popok sekali pakai yang dibutuhkan dan penting diketahui orangtua sebelum membelinya?
Selengkapnya
Rate:
Jun 04, 2014 3579
Si kecil suka mengadu? Bukan hanya wajar, tapi juga melatih kemampuannya berkomunikasi dan mengungkapkan pendapat. Sikapi dengan bijak agar manfaatnya didapat. Seperti dikatakan Susanne Denham, profesor psikologi perkembangan dari George Mason University, Amerika Serikat, anak usia 18 bulan sudah bisa mengadu karena sudah muncul insting persaingan. Si kecil ingin mendapatkan dukungan dari orang lain, sehingga ia pun mengadu. Namun, perilaku mengadu yang ditunjukkan batita berbeda dari orang dewasa yang suka mengadu. Pada orang dewasa, mengadu identik dengan perilaku negatif, karena dilatarbelakangi kepentingan atau keuntungan pribadi si pengadu. Sementara mengadu pada batita terkait dengan perkembangan kemampuannya di usia itu. Sehingga tak perlu khawatir si kecil akan tumbuh menjadi pribadi si pengadu alias anak yang suka mengadu. Kenali enam alasan mengapa si kecil suka mengadu ini. 1. Moral. Di usia batita, si kecil mulai memiliki nilai moral. Ia bisa menilai perilaku anak lain apakah melanggar aturan atau tidak. Ketika kakaknya memukulnya, itu adalah tindakan yang tidak boleh dilakukan. Ia tahu karena kita sudah menjelaskan nilai-nilai moral sebelumnya, salah satunya "tidak boleh menyakiti atau memukul orang lain". Nah, karena si batita tak mampu mengatasinya sendirian, ia meminta dukungan orangtua dengan cara mengadukan perilaku kakaknya. 2. Mendapatkan perhatian. Batita sedang senang-senangnya menjadi pusat perhatian, tak boleh ada orang lain yang lebih diperhatikan oleh orangtua dibandingkan dirinya. Ketika merasa dirugikan, ia akan mengadu kepada orangtuanya untuk mendapatkan perhatian. Nah, ia merasa senang jika orangtua merespons aduannya, membelanya, kemudian memerhatikan kemauannya. Di lain waktu, ketika merasa dirugikan lagi, ia akan mengadu lagi ke orangtuanya. Meski selintas terlihat negatif, namun hal ini terbilang wajar, karena batita belum memahami konsep berbagi. Yang terpikirkan saat itu, orangtua hanya memikirkan dirinya, bukan orang lain. 3. Persaingan. Mengadu pun bisa menjadi wujud dari persaingan antara adik dan kakak atau sebaliknya, umumnya bersaing untuk mendapatkan perhatian dari orangtua antara kakak-adik. Biasanya hal ini terjadi pada kakak-adik yang usianya tak berbeda jauh, kurang dari dua tahun. Pasalnya, kakak-adik dengan jarak usia yang dekat memiliki kebutuhan, keinginan, kesenangan yang sama. Si adik yang merasa kesulitan bersaing dengan kakaknya lantas meminta bantuan kepada orangtua dengan cara mengadu. Apalagi anak sadar jika saat itu ia adalah center of attention atau pusat perhatian sehingga ia yakin akan mendapatkan dukungan dari orangtuanya. 4. Menguasai. Jika obyek pengaduannya adalah adik, maka alasan mengadunya biasanya karena anak ingin diakui "kekuasaannya", hal ini kerap terjadi pada batita akhir atau usia di atasnya. Sering, kan, kita menasehati si kakak untuk menjaga, menyayangi, dan memerhatikan adiknya? Si kakak seakan mendapatkan mandat untuk mengontrol atau "berkuasa" terhadap adiknya. Ketika si kakak melarang adiknya merangkak keluar rumah namun adiknya tak mengindahkan, maka si kakak akan mengadu ke orangtuanya. Ini semata untuk menunjukkan "kekuasaan" si kakak dan meminta orangtua mengakuinya. 5. Kurang perhatian atau ingin lebih diperhatikan. Jika anak kurang diperhatikan, sangat mungkin ia akan sering mengadu. Apalagi batita memang sedang butuh perhatian dari orang-orang di sekitarnya, terutama orangtua. Pada beberapa anak, meski sudah diperhatikan, ia ingin mendapatkan perhatian lebih dari biasanya. Umumnya, anak yang ingin mendapatkan perhatian lebih karena selalu dibandingkan dengan kakak atau adiknya, "Adek sudah mandi, Kakak kok belum?" Nah, ketika si kakak sudah mandi, ia akan mengadukan adiknya yang belum mandi. 6. Orangtua tidak objektif. Perilaku orangtua pun berperan terhadap perilaku mengadu pada anak, yaitu orantua sering berlaku tidak objektif kepada anak-anaknya. Ketika si adik menangis, orangtua langsung menyalahkan si kakak padahal belum tentu demikian. Jika kelak si adik menangis karena ulah kakaknya, maka dengan mudah ia akan mengadu ke orangtuanya. Ia yakin orangtuanya akan membelanya karena sebelumnya sudah belajar dari perilaku yang ditunjukkan orangtuanya.
Selengkapnya